LAPORAN PRAKTIKUM EMULSI
Kelompok : 3
Anggota Kelompok :
1. Anita Ray S. (111710101001)
2. Fikri Arsyl R. (111710101025)
3. Fifi Dewi Kadita (111710101045)
4. Rika Damayanti (111710101061)
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Emulsi dapat sebagai
campuran yang stabil dari dua larutan yang immiscible yang terdiri dari fase
dispersi dan fase kontinyu. Berdasarkan tipe fase dispersi dan fase kontinyu
emulsi dapat dibagi menjadi dua tipe umum yaitu emulsi O/W (Oil in Water), di
mana fase dispersinya adalah oil (minyak) dan water (air) sebagai fase kontinyu
dan tipe emulsi W/O (Water in Oil) terdiri dari water(air) sebagai fase
dispersi dan Oil (minyak) sebagai fase kontinyu.
Umumnya emulsifier
merupakan senyawa organik yang memiliki dua gugus, baik yang polar maupun
nonpolar sehingga kedua zat tersebut dapat bercampur. Gugus nonpolar
emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi) sedangkan air
akan terikat kuat oleh gugus polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian
akan terionisasi menjadi bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga
menjadi bermuatan negatif. Partikel minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga
dua zat yang pada awalnya tidak dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil.
Sifat dari emulsi
tersebut banyak digunakan dalam pengolahan pangan. Sebagaimana kita ketahui
banyak bahan pangan mengandung air dan/atau dalam pengolahannya menggunakan
air. Salah satu contoh emulsifier yang sering digunakan adalah lesitin. Lesitin
dapat bersumber dari telur maupun kedele. Lesitin mempunyai struktur
seperti lemak tetapi mengandung asam fosfat, gugus polar dan gugus non polar.
Gugus polar yang terdapat pada ester, fosfatnya bersifat hidrofilik (cenderung
larut air), sedang gugus non polar yang terdapat pada ester asam lemaknya
bersifat lifofilik (cenderung larut dalam lemak).
Dalam pembuatan biskuit
sering digunakan pengemulsi (emulsifier)guna mendapatkan adonan
lebih kompak dan menghasilkan tekstur biskuit yang kompak dan kokoh. Pengemulsi
yang umum digunakan adalah teluryang dapat melembutkan tekstur biskuit dari
daya pengemulsi lesitin yang terdapat dalam kuning telur dan membuat adonan
lebih kompak oleh daya ikat dari putih telur (Maxes, 1984).
Selain digunakan dalam
pembuatan biskuit, lesitin merupakan pengemulsi yang digunakan untuk pembuatan
es krim. Lesitin ditambahkan dalam pembuatan eskrim guna membantu
terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan
terutama yang mengandung air dan minyak. Hal ini karena kandungan airnya dapat
mencapai 63%. Es krim dikatakan bermutu tunggi apabila mengandung lemak yang
tinggi, manis, berbodi halus dengan tekstur lembut.
Berdasarkan hal diatas
dapat diketahui bahwa pentingnya bahan pengemulsi dalam pengolahan guna
membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada
makanan terutama yang mengandung air dan minyak maka dari itu dilakukan
pembahasan lesitin sebagai pengemulsi.
1.2. Tujuan
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui fungsi lesitin dalam pengolahan pangan.
BAB 2. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Emulsi
Emulsi
adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang
molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling
antagonik. Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian
yang terdispersi yang terdiri dari butiir-butir yang biasanya terdiri dari
lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang terdiri dari air dan bagian
ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap
tersuspensi di dalam air (Winarno, 1992).
Emulsi
adalah suspensi yang stabil dari suatu bahan cair di dalam bahan cair lain,
dimana bahan-bahan cair itu tidak tercampur. Kemantapan emulsi diperoleh dengan
penyebaran butir sangat halus bahan cair, yang disebut fase dioperasi, menembus
bahan lain, yang disebut fase tetap. Emulsi stabil apabila cairan tersebut
dapat menahan tanpa mengalami perubahan, untuk waktu yang cukup lama,tanpa
butir fase dispersi berkmpul satu sama lain atau mengendap (Earle, 1969).
Kuning
telur sebagian besar tersusun oleh lipoprotein suatu zat pengemulsi dan
stabilitator yang baik dari seluruh telur. Lipoprotein kuning telur bersifat
koloid senang air terserap diantara minyak dan air. Karena itu kuning telur
besar sekali manfaatnya dalam pembuatan mayonaise dan salad dressing (Maxes,
1984).
Mayonaise
adalah jenis bahan pangan berupa emulsi setengah padat yang dibuat dari minyak
nabati, cuka atau asam sitrat, kuning telur dan beberapa bumbu yaitu garam,
gula, paprika, dan MSG. Kadar minyak tidak boleh kurang dari 65% berat dan
membentuk emulsi yang sangat halus dalam cuka. Mayonaise merupakan emulsi
minyak dalam air dengan kuning telur berfungsi sebagai emulsifier (Marsetyo,
1991).
Daya
kerja emulsifier disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada
minyak dan air. Bila emulsifier tersebut lebih terikat pada air maka terjadi
dispersi minyak dalam air sebagai contoh susu. Sebaliknya bila emulsifier lebih
larut dalam minyak terjadilah emulsi air dalam minyak sebagai contoh mentega
dan margarin (Bernasconi, 1995).
Beberapa
bahan yang dapat berfungsi sebagai emulsifier adalah kuning telur, telur utuh,
gelatin, pektin, pasta kanji, albumin atau beberapa tepung yang sangat halus
seperti mustard. Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Gamman, 1992).
Air
dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur karena memiliki berat
jenis yang berbeda. Untuk menjaga agar butiran minyak tetap tersuspensi di
dalam air, pada mentega dan margarin diperlukan suatu zat pengemulsi
(emulsifier). Bahan yang dapat berperan sebagai pengemulsi antara lain kuning
telur, kasein, albumin, atau lesitin (Astawan, 2006).
Gelatin dan albumen
(putih telur) adalah protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan
biasa, kuning telur merupakan emulsifier kuat. Paling sedikit sepertiga kuning
telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier yang kuat
adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai
lesitin-protein.
Fungsi – fungsi
pengemulsi pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama, yaitu:
1. Untuk mengurangi tegangan permukaan, pada permukaan
minyak dan air yang mendorong pembentukan emulsi dan
pembentukan kesetimbangan fase antara minyak, air dan pengemulsi pada permukaan
yang memantapkan antara emulsi.
2. Untuk
sedikit merubah sifat-sifat tekstur dan pengawetan
3. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan
(Winarno, 1997).
2.2. Lesitin
Lesitin (phospatidil
kolin) dengan komponen utamanya kolin, adalah zat gizi penting yang ditemukan
secara luas pada berbagai pangan dan tersedia sebagai suplemen. Lesitin
mengandung sekitar 13 % kolin berdasar berat. Lesitin juga zwiter ion,
mempunyai muatan positif pada atom N kolin dan muatan negatif pada atom O dari
grup phospat. Lesitin dapat bersifat polar (bagian kolin) dan non polar (bagian
asam lemak) sehingga sangat efektif sebagai emulsifier.
Lesitin dan phospolipid
lain mengandung komponen hidrofobik dan hidrofilik yang digunakan sebagai sifat
fungsional dalam pengolahan pangan. Lesitin dapat digunakan sebagai emulsifier.
Sebagai food ingredient, lesitin termasuk GRAS (Generally
Recognized as Safe). Lesitin banyak digunakan untuk produk baking, keju dan
sebagainya. (Winarno, 1997).
BAB
3. HASIL PENGAMATAN
NO
|
Variasi
Emulsi
|
Waktu
|
|||
10
menit
|
30
menit
|
||||
Warna
|
Buih
|
Warna
|
Buih
|
||
1
|
0%
|
+
+ + +
|
+
|
+
+ + +
|
-
|
2
|
0,1%
|
+
+ +
|
+
+
|
+
+ +
|
+
+
|
3
|
0,5%
|
+
+
|
+
+ +
|
+
+
|
+
+ +
|
4
|
1%
|
+
|
+
+ + +
|
+
|
+
+ + +
|
Keterangan:
Kurang
keruh : +
Keruh : + +
Lebih
Keruh : + + +
Lebih
Keruh : + + + +
BAB 4. PEMBAHASAN
Larutan immiscible dapat
bercampur karena adanya emulsifier yaitu suatu zat yang memiliki dua sisi yaitu
sisi yang larut air (hidrofilik) dan sisi yang tidak larut air
(hidrofobik/lipofilik). Mekanisme pencampuran dua larutan immiscible pada suatu
sistem emulsi secara umum adalah emulsifier bertindak sebagai jembatan
penghubung dimana sisi hidrofilik akan berikatan dengan fase air dan sisi
lipofilik berikatan dengan fase minyak menghasilkan campuran air dan minyak.
Berdasarkan
hasil pengamatan yang didapatkan selama praktikum dengan menggunakan bahan
kuning telur, minyak dan air yang dilakukan proses emulsi dengan presentasi
emulsifier yang berbeda-beda yaitu 0%, 0,1%, 0,5% dan 1%. Dengan waktu
pegadukan selama 2 menit. Setelah pengadukan bahan yang telah di emusi
dilakukan pengamatan dengan dua variasi waktu yaitu 10 dan 30 menit.
Pada hasil pengamatan berdasarkan
perbedaan variasi yang dilakukan pada 0% tanpa menggunakan emulsifier, 0,1%
dengan 0,15 ml emulsifier, 0,5% dengan 0,75 ml dan 1% dengan penambahan 1,5 ml
emulsifier. Selama 10 menit dapat diketahui warna pada 0% menjadi sangan keruh
dibandingkan dengan yang menggunakan penambahan emulsifier. Hal ini juga dapat
didukung dengan pengamatan yang selama 30 menit perbedaan tersebut semakin
jelas kenampakannya. Hal ini terjadi karena
berdasarkan pada literatur bahwa semakin
besar konsentrasi emulsifier maka warna semakin tidak keruh karena antara
minyak dengan air telah bercampur dengan ukuran partikel yang semakin kecil. Di mana sejumlah zat yang
tidak dapat larut pada sistem akan ditempatkan pada inti bagian
yang
menghasilkan larutan yang semi transparan.
Pada
waktu ke 30 menit emulsi stabil kecuali pada variasi 0%. Hal ini sesuai
literature yaitu emulsi stabil apabila cairan tersebut dapat menahan tanpa
mengalami perubahan, untuk waktu yang cukup lama,tanpa butir fase dispersi
berkmpul satu sama lain atau mengendap
Mekanisme pembentukan
tersebut adalah
mekanisme pembentukan emulsi yang umum atau disebut makroemulsion.
Mekanisme micro emulsion
secara umum dapat terjadi jika emulsifier membentuk micelle, di mana zat yang
tidak larut akan diikatkan pada micelle emulsifier.
Berdasarkan perbedaan waktu
pengamatan yang dilakukan yaitu 10 dan 30 menit dapat diketahui semakin banyak
buih yang dihasilkan, hal ini terjadi karena proses pemisahan antara larutan
dengan buih setelah mengalami proses homogenaiser memerlukan waktu untuk
pemisahannya.
Timbulnya buih pada larutan tersebut
dikarenakan saat dilakukan homogenisasi terjadi proses pengkocokan sehingga
oksigen yang terdapat pada larutan keluar dan menimbulkan buih.
BAB 4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Emulsi
adalah suspensi yang stabil dari suatu bahan cair di dalam bahan cair lain,
dimana bahan-bahan cair itu tidak tercampur.
2.
Emulsifier
adalah suatu zat yang diperlukan untuk membentuk suatu selaput (film) disekitar
butiran yang terdispersi, sehingga mencegah bersatunya kembali butir-butiran
tersebut.
3.
Daya kerja
emulsifier disebabkan oleh bentuk melokulnya yang dapat terikat baik pada minyak
atau air.
4.
Mayonaise
adalah jenis bahan pangan berupa emulsi setengah padat yang dibuat dari minyak
nabati, cuka atau asam sitrat, kuning telur dan beberapa bumbu yaitu garam,
gula, paprika, dan MSG.
5.
Kuning
telur dan putih telur yang digunakan berfungsi sebagai emulsifier.
6.
Lesitin dapat berperan dalam pembentukan
kesetimbangan fase antara minyak, air dan pengemulsi pada permukaan yang
memantapkan antara emulsi.
7.
Tujuan dari proses emulsi untuk memperbaiki tekstur
produk pangan dan juga berhubungan dengan pengawetan.
8.
Semakin besar konsentrasi maka larutan emulsi
semakin kurang keruh, hal ini terjadi karena antara minyak dengan air telah
bercampur dengan ukuran partikel yang semakin kecil. Di mana sejumlah zat yang
tidak dapat larut pada sistem akan ditempatkan pada inti bagian menghasilkan
larutan yang semi transparan.
9.
Semakin lama waktu setelah dilakukan
homogenaiser maka semakin banyak buih yang terpisah dengan larutan emulsi hal
ini dikarenakan pada buih tersebut membutuhkan waktu untuk memisah dengan larutan
tersebut.
4.2 Saran
1. Alat yang digunakan seharusnya dalam kondisi yang
baik sehingga proses belajar lebih efektif.
2. Penggunaan alat harus sesuai dengan kegunaannya,
sehingga dalam proses praktikum tidak terjadi hal-hal yang menganggu praktikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Astawan, M. Jangan Takut Mengkonsumsi
Mentega Dan Margarin. http://www.depkes.go.id [2 des 2006].
Bernasconi. 1995. Teknologi Pangan.
Gramedia, Jakarta.
Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi Dalam
Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya, Jakarta.
Gamman, P. M. 1992. Ilmu Pangan Nutrisi
Dan Mikrobiologi. UGM-Press, Yogyakarta.
Marsetyo. 1991. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi,
Kesehatan Dan Produktivitas Kerja). Rineka Cipta, Jakarta.
Maxes, P.A. 1984. Ilmu Pangan. Gramedia,
Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan
Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar