PENGARUH LUAS
PERMUKAAN
DAN TINGKAT KEMATANGAN PISANG KEPOK TERHADAP PROSES PENGERINGAN “SUN
DRYING”
Oleh:
Kelompok : 3
1. Anita Ray S. (111710101001)
2. Fikri Arsyl R. (111710101025)
3. Fifi Dewi Kadita (111710101045)
4. Rika Damayanti (111710101061)
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan
pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung
kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan,
maka dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Misalnya, akan terjadi
pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung
dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat penyerapan enzim yang terdapat
dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan
bantuan media kadar air yang terdapat dalam bahan pangan tersebut.
Mikroorganisme
membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jika kadar air bahan
pangan dikurangi, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Untuk mengatasi
hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan
kadar air yang terdapat pada bahan pangan
sehingga terhindar dari pembusukan dan penurunan kualitas bahan pangan.
Salah satu cara sederhana yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
yaitu melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari proses
pengawetan.
Pengeringan
akan menurunkan kadar air (water activity) atau Aw (jumlah air yang
dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya),
berat dan volume pangan. Prinsip utama pengeringan adalah pengurangan kadar air
bahan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme.
1.2.Tujuan
Tujuan praktikum kali ini yaitu
untuk mengetahui pengaruh luas permukaan buah pisang kepok dan tingkat kematangannya
terhadap optimalisasi pengeringan dengn
cara “sun drying”.
1.3. Manfaat
Pada praktikum kali ini ada beberapa menfaat yang kita
dapatkan, antara lain :
·
Kita dapat
memahami mekanisme pengeringan secara “sun drying”.
·
Kita dapat
mengetahui manfaat dari pengeringan secara “sun drying”
·
Kita dapat
mengetahui perbedaan lamanya pengeringan pada buah pisang kapok matang dengan
yang masih mentah.
·
Kita dapat
mengetahui pengaruh luas permukaan buah pisang kapok selama proses “sun
drying”.
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pengeringan
Pengeringan
adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari
suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Keuntungan pengeringan adalah
bahan menjadi lebih tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil
sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Di sisi
lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan
mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi
(Muchtadi,1989).
Selain pengertian di atas, terdapat definisi lain
mengenai pengeringan, yaitu suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang
terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas
kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber
panas dan penerima uap cairan. (Desrosier, 1988).
Pengeringan
matahari (sun drying) merupakan salah satu metode pengeringan tradisional
karena menggunakan panas langsung dari matahari dan pergerakan udara
lingkungan. Pengeringan ini mempunyai laju yang lambat dan memerlukan perhatian
lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutupi pada malam
hari. Selain itu pengeringan matahari sangat rentan terhadap resiko kontaminasi
lingkungan, sehingga pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang
kotor (Anonim,2010).
2.2. Faktor yang Mempengaruhi Lamanya Pengeringan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: faktor yang berhubungan
dengan udara pengering (suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan
kelembaban udara), dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan (ukuran
bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan). Berikut
faktor lain yang dapat mempengaruhi lamanya proses pengeringan :
a. Luas Permukaan
Air menguap melalui permukaan bahan,
sedangkan air yang ada di bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan
kemudian menguap. Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan
dikeringkan dipotong-potong atau diirisiris terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena:
1.
Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas
permukaan bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan
sehingga air mudah keluar.
2. Potongan-potongan
kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana panas harus bergerak
sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan mengurangi jarak melalui
massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian
keluar dari bahan tersebut.
b.
Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya
Semakin besar perbedaan suhu antara
medium pemanas dengan bahan pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan
dan makin cepat pula penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan
yang dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk
menyingkirkan air
berkurang.
Jadi dengan semakin tinggi suhu 8 pengeringan maka proses pengeringan akan
semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening",
yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah.
c.
Kecepatan Aliran Udara
Udara yang bergerak dan mempunyai
gerakan yang tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap
air tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya
atmosfir jenuh yang akan memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara
disekitar tempat pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan
semakin cepat, yaitu semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan
teruapkan.
d.
Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin
besar kemampuan udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan
semakin kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap
air dapat lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya
jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab,
sehingga kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan.
2.3. Deskripsi Pisang Kepok
Pisang kepok
merupakan salah satu jenis pisang yang memiliki bentuk buah agak gepeng dan
bersegi. Ukuran buahnya kecil, panjangnya sekitar 10 sampai 12 cm. Pisang ini
memiliki kulit buah yang sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan
terkadang bernoda cokelat, serta memiliki rasa yang manis pada daging buahnya.
Berikut klasifikasi dari pisang kapok :
·
Kingdom : Plantae
·
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
·
Superdivisi :Spermatophyta (menghasilkan biji)
·
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
·
Kelas : Liliopsida (monokotil)
·
Sub kelas : Commelinidae
·
Ordo : Zingiberales
·
Famili : Musaceae (suku pisang-pisangan)
·
Genus : Musa
·
Spesies : Musa paradisiaca
Buah
ini dapat dimanfaatkan menjadi tepung, kripik, cuka, dan lain-lain. Selain itu
buah ini dapat dimanfaatkan sebagai obat yang dapat digunakan untuk
menyembuhkan anemia, batuk darah,kencing manis, antisariawan usus dan
lain-lain.( Fellows, 2000).
Mengacu dari Wikipedia, 100 gr pisang memasok 136 kalori. Ini berarti kandungannya 2 kali lipat dibandingkan apel. Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Sedangkan kandungan protein dan lemak pisang sangat rendah, yaitu hanya 2,3 persen dan 0,13 persen. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan besi. Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang, khususnya besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh. Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A, yaitu betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat kering, sedangkan pada apel hanya 15 mg. Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin B6 (piridoxin). Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg per 100 gram. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam metabolisme, vitamin B6 berperan dalam sintetis dan metabolisme protein, khususnya serotonin. Serotonin diyakini berperan aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. (Winarno, 1997).
Mengacu dari Wikipedia, 100 gr pisang memasok 136 kalori. Ini berarti kandungannya 2 kali lipat dibandingkan apel. Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Sedangkan kandungan protein dan lemak pisang sangat rendah, yaitu hanya 2,3 persen dan 0,13 persen. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan besi. Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang, khususnya besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh. Kandungan vitaminnya sangat tinggi, terutama provitamin A, yaitu betakaroten, sebesar 45 mg per 100 gram berat kering, sedangkan pada apel hanya 15 mg. Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin B6 (piridoxin). Kandungan vitamin B6 pisang cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg per 100 gram. Selain berfungsi sebagai koenzim untuk beberapa reaksi dalam metabolisme, vitamin B6 berperan dalam sintetis dan metabolisme protein, khususnya serotonin. Serotonin diyakini berperan aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. (Winarno, 1997).
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat :
·
Pisau
·
Penggaris
·
Piring
Bahan :
·
Buah pisang kepok matang
·
Buah pisang kapok mentah
3.2. Skema Kerja
Buah pisang kepok matang dan mentah
amati perubahan yang terjadi
BAB 4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Hasil Pengamatan
Sampel
|
Sblm dkeringkn (0 hari)
|
Stlh dikeringkan (2 hari)
|
|||||||||||
Besar
|
Sedang
|
Kecil
|
Besar
|
Sedang
|
Kecil
|
||||||||
p
|
l
|
p
|
l
|
p
|
l
|
p
|
l
|
p
|
l
|
p
|
l
|
||
A
|
P1
|
4,5
|
3
|
3,5
|
2
|
3
|
2
|
3,8
|
2
|
2,5
|
1,8
|
2
|
1
|
P2
|
4,5
|
3
|
3,5
|
2
|
3
|
2
|
3,7
|
1,8
|
2,5
|
1,8
|
2
|
1,3
|
|
B
|
P1
|
4,5
|
3
|
3,5
|
2
|
3
|
2
|
3,3
|
1,9
|
2,3
|
1,9
|
2,3
|
1,4
|
P2
|
4,5
|
3
|
3,5
|
2
|
3
|
2
|
3,2
|
1,9
|
2,3
|
1,7
|
2,5
|
1,3
|
Keterangan : A
: Pisang kapok mentah
B : Pisang kapok matang
P1 : Pisang tipe pertama
P2 : Pisang tipe kedua
BAB 5.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini didapatkan data hasil
pengeringan (“sun drying”) dengan sampel berupa pisang kepok matang dan mentah.
Pada saat sebelum pengeringan, buah pisang kepok berkategori besar tipe 1 dan 2
baik yang sudah matang maupun mentah memiliki ukuran panjang dan lebar yang
sama,secara berurutan yaitu 4,5 cm dan 3 cm. Maka secara otomatis luas
permukaannya pun juga sama, yaitu 13,5 cm2. Begitu pula pada
kategori sedang tipe 1 dan 2, pisang yang matang dan mentah memiliki panjang
dan lebar yang sama, yaitu 3,5 cm dan 2 cm, sehingga luas permukaannya yaitu 7
cm2. Dan pada kategori kecil tipe 1 dan 2, pisang matang dan mentah
memiliki panjang 3 cm dan lebarnya 2 cm, sehingga luas permukaannya yaitu 6 cm2.
Namun setelah dilakukannya proses pengeringan dengan bantuan cahaya matahari
atau disebut dengan istilah“sun drying”, terjadi perubahan ukuran yaitu panjang
pisang kepok mentah kategori besar tipe 1 yaitu menjadi 3,8 cm dan lebarnya 2
cm, untuk yang tipe 2, panjangnya yaitu 3,7 cm dan lebarnya 1,8 cm. Pada
kategori sedang tipe 1 dan 2 ukurannya sama, yaitu panjang 2,5 cm dan lebarnya
1,8 cm. Pada kategori kecil tipe 1 dan 2,panjang dan lebarnya secara berurutan
yaitu 2 cm,1 cm dan 2 cm,1,3 cm. Pada pisang kepok matang pun juga terjadi
perubahan, pada kategori besar tipe 1 dan 2 setelah dikeringkan panjangnya
menjadi 3,3 cm dan lebar 1,9 cm. Pada kategori sedang tipe 1 dan 2 panjang dan
lebarnya setelah pengeringan selama 2 hari secara berurutan yaitu 2,3 cm,1,9
cm,dan 2,3 cm,1,7 cm. Serta kategori kecil tipe 1 dan 2 panjang dan lebarnya
berurutan yaitu 2,3 cm,1,4 cm dan 2,5 cm,1,3 cm.
Perubahan-perubahan
yang terjadi seperti di atas, terjadi karena kadar glukosa yang ada pada pisang
kapok matang maupun mentah. Bahan pangan yang memiliki kadar glukosa lebih
banyak, maka akan lebih lama proses pengeringannya. Dalam hal ini dapat
terbukti dari hasil praktikum yang menunjukkan bahwa pisang kepok matang lebih
lama proses pengeringannya dibandingkan dengan pisang kepok yang masih muda.
Hal ini disebabkan pisang yang matang memiliki kadar glukosa lebih tinggi
dibandingkan yang mentah, sehingga pisang yang tingkat kematangannya lebih
tinggi, cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kondisi kering
seperti pada pisang mentah atau tingkat kematangannya rendah. Selain itu, luas
permukaan suatu bahan juga mempengaruhi tingkat kecepatan pengeringannya.
BAB
6. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
v
Pengeringan merupakan salah satu cara pengurangan kadar air suatu bahan
pangan dengan cara dikeringkan.
v
Pengeringan dapat mengawetkan bahan pangan.
v
Luas permukaan bahan yang dikeringkan dapat mempengaruhi lamanya proses
pengeringan.
v
Bahan yang mengandung glukosa lebih tinggi proses pengeringannya akan
lebih lama.
6.2. Saran
v
Sebaiknya pengeringan dengan perantara sinar matahari dilakukan tidak
pada saat cuaca mendung, agar intensitas cahaya matahari yang didapatkan
maksimal, sehingga proses pengeringannya pun optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2010.
Optimasi Proses Pengeringan Bahan Pangan.
http://btagallery.blogspot.com/2010/07/optimasi-proses-pengeringan-bahan.html(diakses
pada tanggal 9 April 2012).
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi
Pengawetan Pangan. Edisi III. Penerjemah Muchji Mulyohardjo. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Fellows, P. J. (2000). Food Processing Technology. Cambridge:
Woodhead Publishing Limited.
Muchtadi dan Tien, R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Institut Pertanian Bogor:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar