LAPORAN
PRAKTIKUM
PERBEDAAN
DAYA SIMPAN TELUR PADA SUHU RUANG
DAN SUHU
DINGIN
Dosen Pengampu:
Niken S.TP, M. Sc
Kelompok :
3
Anggota : 1. Anita Ray S. (111710101001)
Anggota : 1. Anita Ray S. (111710101001)
2. Fikri Arsyl R. (111710101025)
3. Fifi Dewi Kadita (111710101045)
4. Rika Damayanti (111710101061)
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Daya simpan
telur sangat pendek. Jika dilakukan penyimpanan dalam suhu
ruangan lebih dari dua minggu
telur akan mengalami kerusakan yang ditandai dengan kocaknya isi telur, bila
pecah isinya tidak menggumpal lagi dan putih telurnya menjadi lebih encer. Hal
ini disebabkan masuknya mikroba ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur.
Mengingat hal tersebut
diatas maka diperlukan perlakuan khusus untuk menyimpan telur dalam jangka
waktu yang lama. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melapisi kulit
telur dengan paraffin. Usaha ini dapat mempertahankan kesegaran telur hingga 6
bulan. Namun cara pengawetan menggunakan paraffin sangat tidak efisien jika
jumlah telur terlalu banyak.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktukum yang telah dilakukan antara
lain :
·
Mengetahui
perubahan yang terjadi setelah penyimpanan 48 hari
·
Mengetahui
perbedaan pada suhu ruang dan suhu dingn
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Telur
Telur
adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan
susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti
ayam, bebek, dan angsa. Telur merupakan bahan makanan yang sangat akrab dengan
kehidupan kita sehari-hari. Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak
keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan
makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dll. Telur mempunyai
citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi
dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan
makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir semua
orang membutuhkan telur (Anonim, 2005).
2.2 Kandungan Gizi Telur Telur
Merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap
gizinya. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit
telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari
protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di
dalam 50 gram telur.
a.
Protein
Disusun
dari asam-asam amino yang terikat satu dengan lainnya. Mutu protein ditentukan
oleh asam-asam amino dan jumlah masing-masing asam amino tadi (Sudaryani,
2003). Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna.
Dalam telur, protein lebih banyak terdapat pada kuning telur, yaotu sebanyak
16,5%, sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Dari sebutir telur yang
berbobot sekitar 50 gram, kandungan total proteinnya adalah 6 gram (Anonim, 2005).
b.
Lemak
Kandungan
lemak pada telur sekitar 5 gram. Lemak pada telur terdapat pada kuning telur,
sekitar 32%, sedangkan lemak yang lain terdapat pada putih telur . Zat gizi ini
mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur terdiri dari trigliserida ( lemak
netral), fosfolipida dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida
umumnya menyediakan energi yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari (Anonim, 2005).
c. Vitamin dan Mineral
Telur
mengandung semua vitamin. Selain sebagai sumber vitamin, telur juga merupakan
bahan pangan sumber mineral. Beberapa mineral yang terkandung dalam telur di
antaranya besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium, magnesium, mangan, potasium,
sodium, zink, klorida dan sulfur. (Anonim, 2005).
2.3 Komposisi
ketiga komponen pokok telur dalam %
Bahan penyusun
|
Kulit
|
Albumin
|
Kuning telur
|
Bahan organik
|
95,1
|
-
|
-
|
Protein
|
3,3
|
12,0
|
17,0
|
Glukosa
|
-
|
0,4
|
0,2
|
Lemak
|
-
|
0,3
|
32,2
|
Garam
|
-
|
0,3
|
0,3
|
Air
|
1,6
|
87,0
|
48,5
|
(Direktorat Gizi, DEPKES RI. 1979).
2.4 Bagian-Bagian Telur
- Kulit telur
dengan permukaan yang agak berbintik-bintik
- Membran
kulit luar dan dalam yang tipis, berpisah pada ujung yang tumpul dan
membentuk ruang udara
- Putih telur
bagian luar yang tipis dan berupa cairan
- Putih telur
yang kental dan kokh berbentuk kantung albumen
- Putih telur
bagian dalam yang tipis dan berupa cairan
- Struktur
keruh berserat yang terlihat pada kedua ujung kuning telur. Ini dikenal
sebagi khalaza dan berfungsi memantapkan posisi kuning telur
- Lapisan
tipis yang mengelilingi kuning telur, dan disebut membrane fitelin
- Benih atau
bastodisc yang terlihat sebagai bintik kecil pada permukaan kuning telur.
Dalam telur yang terbuahi, benih ini berkembang menjadi anak ayam
- Kuning telur yang terbagi menjadi kuning telur berwarna putih berbenatuk vas, bermula dari benih ke pusat kuning telur dan kuning telur yang berlapis yang merupakan bagian terbesar (Anonim, 2005)
2.5 Jenis dan Manfaat Telur
a.
Jenis Telur
Banyak
jenis telur unggas yang dapat kita jumpai di sekitar kita, secara umum,
ada
5 macam telur unggas yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat,
yaitu
telur ayam kampung, ayam ras, itik / bebek, entok, dan puyuh.
1. Telur ayam kampung, umumnya berwarna putih
atau putih kecokelatan,
dengan berat berkisar antara 25 g – 35 g per butir.
2. Telur ayam negeri/ras, umumnya berwarna
cokelat pastel hingga cokelat
merah, dengan berat berkisar anatara 50 g – 70 g per
butir.
3. Telur itik/bebek, umunya berwarna biru hijau,
dengan berat berkisar antara 60
g – 70 g per butir.
4. Telur entok, umumnya berwarna putih, dengan
berat berkisar antara 70 g– 80
g per butir.
5. Telur puyuh, umumnya berwarna putih bertotol-totol
cokelat kehitaman,
dengan berat ± 10 g per butir.
b.
Manfaat Telur
Telur dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam
keperluan,
antara
lain adalah sebagai bahan penambah cita rasa (masakan, kerupuk); bahan
pengembang
(roti, kerupuk); bahan pengempuk (gorengan); bahan pengental
(sup);
bahan perekat/pengikat (masakan perkedel, kue kering); bahan penambah
unsur
gizi; bahan atau zat pembentuk emulsi; bahan penstabil suspensi dan bahan
penggumpal
(coagulant) (Sarwono, B, 1985).
2.6 Sifat-Sifat Telur
Protein yang terkandung di dalam telur secara umum
sangat mempengaruhi sifat telur. Adapun beberapa sifat telur tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Sangat peka terhadap pengaruh asam dan pemanasan
(terjadi koagulasi dan denaturasi).
b. Bila dikocok akan berbuih dan mengembang, namun
bila pengocokan berlebihan maka akan terjadi denaturasi sehingga mengempis
kembali.
c. Dalam putih telur mentah dan setengah matang,
terkandung beberapa jenis protein, diantaranya adalah lysozyne, yang bila dimakan
akan terserap langsung ke dalam darah akan berfungsi sebagai zat anti-gizi
(merusak gizi).
d. Jenis protein lain yang terdapat dalam telur
mentah adalah Avidin. Avidin
tersebut bersifat racun, dan akan hilang apabila telur
tersebut dimasak (digoreng, direbus, dikukus), (Lai, K, 1999).
2.7 Kwalitas Telur
Kualitas telur ditentukan oleh beberapa hal, antara
lain oleh Faktor Keturunan, kualitas makanan, sistem pemeliharaan, iklim, dan
umur telur. Unggas yang dihasilkan dari keturunan yang baik, umumnya akan mampu
mengahasilkan telur yang berkualitas baik. Makanan yang berkualitas (komposisi
bahan tepat, baik dari jumlah maupun kandungan nutrisinya) akan mempengaruhi
laju pertumbuhan dan kesehatan unggas. Sehingga dengan demikian, unggas
tersebut akan mampu memberikan atau menghasilkan telur yang berkualitas pula.
Umur
telur yang dimaksud di sini adalah umur telur setelah dikeluarkan oleh unggas.
Secara umum, telur memiliki masa simpan 2-3 minggu. Telur yang disimpan melebihi
jangka waktu penyimpanan segar tersebut tanpa mendapatkan penanganan pengawetan,
akan mengalami penurunan kualitas yang menuju kearah pembusukan. Kualitas telur
secara keseluruhan ditentukan oleh kualitas isi telur dan kualitas kulit telur.
Kualitas isi telur dapat dikategorikan baik jika tidak terdapat bercak darah atau
bercak lainnya, belum pernah dierami yang ditandai dengan tidak adanya bercak calon
embrio, kondisi putih telurnya kental dan tebal, serta kuning telurnya tidak pucat.
Untuk menentukan kualitas isi telur dapat dilakukan dengan peneropongan cahaya
atau alat teropong khusus (Brannon, L. 1997).
2.8. Penyimpanan Telur
Penyimpanan telur memegang peranan penting dalam
menjaga kualitas telur. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
telur adalah lama dan suhu penyimpanan, serta bau yang terdapat di sekitar
tempat penyimpanan. Telur akan mengalami perubahan kualitas seiring dengan
lamanya penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan
terjadinya banyak penguapan cairan di dalam telur dan menyebabkan kantung udara
semakin besar. Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15º C dan kelembapan
70-80%. Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik
terhadap kualitas telur. Dalam penyimpanan telur skala besar perlu diperhatikan
benda-benda lain yang terdapat dalam ruang penyimpanan. Bau yang menyengat dari
benda-benda tersebut akan ikut terbawa telur yang disimpan di dekatnya.
Sebaiknya ruang penyimpanan dibersihkan dari benda-benda lain, terutama
benda-benda yang berbau tajam (Anonim, 1975).
2.9 Pengamatan Candling Telur
Candling merupakan cara yang biasa dilakukan
oleh peternakan dan konsumen untuk mengetahui kualitas isi telur. Pada prinsipnya
peneropongan merupakan pemeriksaan telur dengan cahaya. Peternakan-peternakan
biasanya menggunakan alat teropong khusus, sedangkan secara sederhana dapat
menggunakan baterai dengan gulungan karton atau kertas tebal lainnya. Peneropongan
biasanya dilakukan di tempat gelap agar bayangan telur tampak jelas. Retak halus
dapat diketahui melalui peneropongan telur. Tujuannya adalah untuk menghindari
agar tidak tertipu membeli telur yang jelek di pasaran (Sudaryani, 1996).
BAB 3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
·
Lemari pendingin
·
Senter
·
Kamera
3.1.2
Bahan
·
Telur
BAB 4. HASIL
PENGAMATAN
Pengamatan
|
Suhu
Ruang
|
Suhu
Dingin
|
||
0 Hari
|
45 Hari
|
0 Hari
|
45 Hari
|
|
Aroma
|
Tidak
|
menyengat
|
Tidak
|
Tidak
|
Kuning telur
|
-
|
Bercampur
|
-
|
Tidak bercampur
|
Ketebalan cangkang
|
Tebal
|
tipis
|
Tebal
|
Tebal
|
Rongga Udara
|
Kecil
|
Tidak ada
|
Kecil
|
Besar
|
Warna kulit
|
Cerah
|
Kusam/keruh
|
Cerah
|
Sedikit pucat
|
BAB 5.
PEMBAHASAN
Pada praktikum pengujian telur dengan menggunakan
metode candling pada suhu ruang dan suhu dingin digunakan dua variable
pengujian yaitu selama 0 hari dan 45 hari. Pengamatan yang dilakukan oleh
kelompok kami antara lain dari aroma, bercampurnya kuning telur, ketebalan
cangkang, rongga udara, dan warna kulit.
Pengamatan telur yang diletakkan dalam suhu ruang
didapatkan data pengamatan pada waktu 0 hari aroma yang terasa masih segar,
tidak tercium aroma apa-apa. Setelah dilakukan metode candling tidak nampak
terlihat kuning telur bercampur atau tidak, hal ini dikarenakan pencahayaan
pada saat candling yang kurang maksimal, sehingga kenampakannya sulit terlihat
juga. Ketebalan cangkang masih bagus, rongga udara pada saat dicandling
terlihat kecil dan menyebar di seluruh bagian permukaan dinding telur, warna
telur masih terlihat cerah. Setelah dilakukan penyimpanan dalam suhu ruang
selama 45 hari nampak perubahan terjadi pada telur. Dari segi aroma yang
menyengat (busuk), kuning telur setelah dilakukan metode candling terlihat
bercampur. Ketebalan cangkang terlihat semakin tipis, rongga udara semakin
tidak terlihat dan warna kulit nampak kusam.
Pengamatan
telur yang diletakkan dalam suhu dingin diperoleh hasil pengamatan pada waktu 0
hari yaitu aroma tidak terasa apa-apa. Setelah dilakukan metode candling tidak
nampak terlihat kuning telur tercampur atau tidak, hal ini dikarenakan
pencahayaan pada saat candling yang kurang maksimal, sehingga kenampakannya
sulit terlihat juga. Ketebalan cangkang masih bagus, rongga udara pada saat di
candling terlihat kecil dan menyebar di seluruh bagian permukaan dinding telur,
warna telur masih terlihat cerah. Setelah dilakukan penyimpanan selama 45 hari
dalam lemari es nampak terjadi perubahan pada telur. Dari segi aroma tidak
terasa apa-apa. Setelah dilakukan metode candling nampak terlihat kuning telur
tidak bercampur, rongga udara membesar. Ketebalan cangkang masih tetap sama,
warna kulit nampak sedikit pucat.
Jika
kita bandingkan dari data pengamatan pada suhu ruang dengan suhu dingin
terlihat jelas bahwa pada suhu dingin telur lebih awet dan kerusakan pada telur
lebih kecil. Hal ini terlihat baik dari segala aspek pengamatan yang digunakan.
Telur yang disimpan di dalam lemari es, dengan waktu simpan selama 45 hari
masih terlihat cukup bagus jika dibandingkan dengan yang hanya disimpan dalam
suhu ruang. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada bahwa suhu dingin dapat
memperlambat aktivitas mikroba pembusuk yang tumbuh sehingga proses pembusukan
pada bahan dapat dihambat.
Pada
telur yang disimpan di dalam lemari es, sebelum dilakukan penyimpanan dilakukan
proses “cleaning” terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi mikroba
yang tumbuh pada telur. Proses pembersihan inilah yang membantu telur dapat
tetap terjaga kualitasnya selain penyimpanan dalam lemari es.
Berdasarkan
data pengamatan pada suhu ruang maupun suhu dingin dengan waktu penyimpanan
selama 45 hari, terlihat perbedaan yaitu pada suhu ruang kuning telur sudah
bercampur dengan albumen (putih telur) sedangkan pada suhu dingin hal itu tidak
terjadi. Berdasarkan literatur yang ada bahwa suhu penyimpanan mempengaruhi
indeks putih telur (IP). Perubahan IP dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, penyimpanan
telur pada suhu rendah mempunyai penurunan nilai IP yang lebih lambat
dibandingkan penyimpanan pada suhu tinggi. Pengaruh suhu ruang yang lebih
tinggi inilah yang membuat indeks putih telur mengalami penurunan, sehingga
proses bercampurnya kuning telur dan putih telur lebih cepat terjadi (Wooton, 1978).
Dari data pengamatan juga terlihat rongga
udara yang semakin membesar pada penyimpanan dingin dalam waktu 45 hari
terjadi karena semakin lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan
terjadinya banyak penguapan cairan di dalam telur dan menyebabkan kantung udara
semakin besar. Suhu optimum penyimpanan telur antara 12-15º C dan kelembapan
70-80%. Di bawah atau di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik
terhadap kualitas telur (Anonim, 1975).
Sedangkan pada penyimpanan suhu ruang selama 45 hari rongga udara yang semakin
mengecil hingga tidak terlihat dikarenakan pembusukan pada telur, sehingga
terbentuk partikel-partikel gas yang menutupi pori-pori.
Pada data pengamatan terlihat tidak
nampaknya kuning telur pada saat dilakukan metode candling pada penyimpanan
dalam ruang maupun suhu dingin selama 0 hari dikarenakan kurangnya pencahayaan
pada saat dilakukan penyinaran. Juga kurang gelapnya ruangan yang digunakan
sebagai tempat dilakukannya metode candling, sehingga cahaya yang terfokus ke
dinding telur kurang merata dan menyebabkan pengamatan yang kurang maksimal.
Menurut Sudaryani (1996), secara sederhana metode candling dapat menggunakan lampu
senter dengan gulungan karton atau kertas tebal lainnya. Peneropongan biasanya
dilakukan di tempat gelap agar bayangan telur tampak jelas. Retak halus dapat
diketahui melalui peneropongan telur. Tujuannya dalam kehidupan sehari-hari
adalah untuk menghindari agar tidak tertipu membeli telur yang jelek di
pasaran.
BAB 6.
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Candling merupakan cara yang biasa dilakukan
oleh peternakan dan konsumen untuk mengetahui kualitas isi telur.
2. Kualitas telur yang
berada disuhu dingin lebih tahan lama terhadap kebusukan daripada telur yang
berada di suhu ruang. Hal ini disebabkan karena aktivitas mikroba lebih kecil
(inaktivasi) pada suhu dingin, sedangkan aktivitas mikroba di suhu ruang lebih
tinggi.
3. Proses pembersihan membantu telur dapat tetap
terjaga kualitasnya selain penyimpanan dalam lemari es.
4. Perubahan IP (Indeks Protein)
dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, penyimpanan telur pada suhu rendah mempunyai
penurunan nilai IP yang lebih lambat dibandingkan penyimpanan pada suhu tinggi.
5. Pengaruh suhu ruang yang lebih tinggi membuat indeks
putih telur mengalami penurunan, sehingga proses bercampurnya kuning telur dan
putih telur lebih cepat terjadi.
6. Semakin
lama waktu penyimpanan akan mengakibatkan terjadinya banyak penguapan cairan di
dalam telur dan menyebabkan kantung udara semakin besar.
7. Suhu
optimum penyimpanan telur antara 12-15º C dan kelembapan 70-80%. Di bawah atau
di atas suhu tersebut akan berpengaruh kurang baik terhadap kualitas telur.
8. Pembusukan pada telur, dapat membentuk
partikel-partikel gas yang dapat menutupi pori-pori, sehingga rongga udara
nampak semakin mengecil.
9.
Secara
sederhana metode candling dapat menggunakan lampu senter dengan gulungan karton
atau kertas tebal lainnya. Peneropongan biasanya dilakukan di tempat gelap agar
bayangan telur tampak jelas. Retak halus dapat diketahui melalui peneropongan
telur.
10.
Tujuan dari metode candling dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya dilakukan
oleh pedagang adalah untuk menghindari agar tidak tertipu membeli telur yang
jelek di pasaran.
6.2 Saran
·
Dalam melakukan
pengamatan dengan metode candling diusahakan dilakukan di tempat yang gelap
agar metode ini dapat berjalan dengan maksimal.
·
Untuk menghindari
pecahnya telur sebelum dilakukan pengamatan maka dalam penyimpanannya telur
ditaruh di dalam wadah yang dapat menjaga keamanan telur baik dari goncangan
maupun udara menyengat yang mampu membuat kualitas telur berubah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1975. Pengawetan telur.
Dalam : Berkas lembaran petunjuk latihan teknologi makanan. Yogyakarta :
Pendidikan Guru Pertanian PGP. Kejuruan Teknologi Makanan, Hal. 59-60.
Anonim. 2005. Telur. Dalam : Paket
industri pangan. Bogor : Pusbangtepa-IPB, s.a. Hal. 4
Brannon, L. 1997. Water diffusion and
absorption in amorphous macromolecular systems and foods. Journal of Food
Engeneering
Direktorat Gizi, DEPKES RI. 1979. Daftar Komposisi
Bahan Makanan. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Lai, K. M., S. P. Chi, & W. C. Ko. 1999. Changes in
yolk of duck egg during long term brining. J. Agric. Of Food Chem. 47:733-736.
Sarwono, B; A. Murtidjo dan
A. Daryanto. 1985. Telur : Pengawetan dan
manfaatnya. Jakarta :
Penebar Swadaya, 73 hal.
Sudaryani,
T. 1996. Kualitas Telur. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Wotton, M. 1978. Eggs and Products.p. 182-192. dalam:
K.A. Bucle, RA.Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton A Course Manual in FoodScience.
Printed and Bound By Walson Fergion Co. Brisbane.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar